LUWU UTARA - Layanan kesehatan dari Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Mekarsari Jaya, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten Luwu Utara terpaksa harus terhenti akibat terendam banjir.
Hal tersebut dikatakan Kepala Desa Mekarsari Jaya Vechyu Pantaouw, Selasa (04/06/2024).
"Pustu di Mekarsari Jaya masuk air, Ibu Bidan mengungsi di kantor desa, tapi air juga sdh mulai masuk di kantor desa, " kata Vechyu dilansir dari laman MasambaPos.com.
Menurutnya, banjir di desanya sudah terjadi sejak tiga bulan lalu. "(Banjir) sejak kejadian banjir bandang di Lutra 3 bulan lalu, " ungkapnya.
Selain Pustu, rumah warga dan perkebunan warga di desa itu juga terendam banjir. Termasuk fasilitas umum seperti sekolah dan rumah ibadah.
Vechyu bilang, kondisi banjir saat ini semakin parah. "Banjir yang lama belum juga surut, air sudah naik kembali, " keluhnya.
Ketinggian air bervariasi hingga mencapai pinggang orang dewasa. "Malahan di areal kebun bisa sampai setinggi leher pak, " tambah Vechyu lagi.
Sebagaimana diketahui, banjir yang merendam wilayah Desa Mekarsari Jaya terjadi akibat meluapnya sungai Rongkong dan jebolnya tanggul sungai di sejumlah titik.
Tidak terhitung kerugian warga akibat bencana ekologis yang hingga kini belum mendapat penanganan serius dari pihak terkait.
Rendam Puluhan Desa
Sebelumnya, puluhan desa di empat kecamatan di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan terendam banjir selama berbulan-bulan akibat luapan Sungai Rongkong, Sungai Baliase dan Sungai Masamba.
Empat kecamatan yang hingga kini masih terendam banjir mencakup Baebunta Selatan, Malangke Barat, Malangke, dan Sabbang Selatan.
Di Kecamatan Baebunta Selatan, banjir menggenangi Desa Lewewe, Desa Lembang - Lembang, Desa Mekarsari Jaya dan Desa Beringin Jaya.
Kemudian di Kecamatan Malangke Barat banjir merendam sebagian besar wilayah Desa Pombakka, Desa Wara dan Desa Limbong Wara. Demikian pula di Desa Teteuri Kecamatan Sabbang Selatan.
Baca juga:
Warga Ubah Gang Sempit Jadi Kebun Sayur
|
Sementara di Kecamatan Malangke, setidaknya 7 desa ikut terdampak, yakni Desa Tolada, Desa Girikusuma, Desa Putemata, Desa Pettalandung, Desa Tingkara, Desa Malangke dan Desa Pattimang.
Derita Warga
Tak terhitung kerugian warga akibat bencana ekologis yang kerap terjadi dan berlangsung dalam waktu lama.
“Kalau kami di Desa Lawewe tidak tahu harus bilang apa lagi karena selama kurang lebih 3 bulan air tidak lagi meninggalkan pemukiman warga, ” ungkap Haddas Kudese, tokoh pemuda Desa Lawewe Kecamatan Baebunta Selatan, Selasa, 14 Mei 2024.
Hal tak jauh berbeda dijelaskan oleh Sekretaris Desa Lembang-Lembang, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten Luwu Utara.
Dikatakan Masriadi, banjir yang terjadi disebabkan oleh jebolnya tanggul Sungai Rongkong sejak 26 Maret 2024 lalu.
“Banjirnya sudah lama, sejak 26 Maret. Sebagian besar masyarakat kami mengungsi ke luar desa, namun masih ada juga yang harus tinggal menunggui rumah meski tergenang air, ” jelasnya.
Serupa yang terjadi di Desa Tolada Kecamatan Malangke dimana banjir juga merendam rumah warga, sekolah dan masjid serta lahan pertanian dengan ketinggian antara 50 hingga 70 sentimeter.
“Sekitar 2.000 hektar lahan milik warga tidak dapat digarap selama kurun 4 tahun terakhir, termasuk sawah, kebun sawit, jeruk nipis, jagung dan empang air tawar, ” ungkap Herwin, tokoh pemuda setempat.
Banjir kronis di Luwu Utara disebabkan oleh luapan sungai-sungai besar di daerah itu.
Pada sejumlah titik, tanggul pengaman di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) akhirnya jebol akibat debit air yang sangat tinggi.
“Jika hujan deras di bagian hulu, bisa dipastikan air sungai malah sudah melewati ketinggian tanggul lalu merendam seluruh desa di sekitarnya, ” tambah Herwin.
Tidak Sederhana
Musibah banjir yang kerap melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan ini mendapat perhatian dari banyak pihak.
Tak terkecuali dari Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Dr Abdul Talib Mustafa.
Menurut Talib, banjir di Luwu Utara bukan masalah yang sederhana dan perlu penanganan yang sifatnya menyeluruh dan jangka panjang.
“Ini masalahnya tidak sederhana. Fakta seperti ini menjadi masalah yang kompleks bagi semua penduduk yang bermukim di semua daerah aliran sungai (DAS) Lutra, plus sarana produksi mereka seperti sawah, kebun, peternakan, dan sebagainya, ” kata Talib, Senin, 13 Mei 2024 lalu dikutip dari laman LuwuNews.com.
Karena itu maka diperlukan penanganan yang menyeluruh dan jangka panjang untuk masalah ini.
“Paling tidak kepada mereka yang bakal jadi Bupati dan Wakil Bupati di Lutra ke depan harus sabar, konsern dan berjejaring penyelesaian masalah ini, ” jelas dia.
Talib menambahkan, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani bencana banjir di Luwu Utara antara lain dengan melakukan studi dan pemetaan wilayah-wilayah yang rentan mengalami banjir.
“Yang kedua adalah pembuatan desain penanganan DAS yang terintegrasi dengan wilayah pengembangan pemukiman dan ekonomi baru di Luwu Utara, ” tegasnya.
Talib menganjurkan agar jika sudah jadi, maka desain penanganan DAS Lutra harus sering diajukan ke jajaran Kementerian terkait.
“Lobby ke DPR RI khususnya kepada komisi terkait juga penting dilakukan untuk menjual gagasan ini, ” tambahnya.
Selain itu, akademisi Universitas Indonesia Timur itu juga menganjurkan agar pemerintah setempat sudah harus mempersiapkan pemukiman sementara bagi penduduk terdampak.
“Persiapkan (juga) pemukiman sementara di wilayah-wilayah yang akan dikembangkan bagi penduduk terdampak, ” tutupnya. [*]